Mengawali Pemberdayaan UMKM di Keluarga Sendiri

Foto anak muda yang ada dalam artikel ini kebetulan adik sepupu saya. Namanya Alan, anak kedua dari Bibi saya. Ibunya adalah adik kandung dari Ibu saya (Alm). Tahun 2002 lalu, ia sempat ikut saya merantau di Jogja. Alhamdulillah saya bisa mengantarkan kuliah dan sukses kerja di Singapura.  Tapi, saat Bapaknya meninggal di tahun 2005. Ibunya memanggilnya pulang, ia memenuhi panggilan ibunya. “Mengabdi pada orang tua”, itu alasan yang adikku sodorkan kala itu, saat ia pamit pulang. Saya tidak bisa menolaknya. Dari sinilah cerita pemberdayaan umkm ala Dosen Jualan itu bermula.

Pulang ke Sengkang, ibu kota dari Kabupaten Wajo, 170 KM dari Makassar. Adik saya lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membantu jualan bibi saya berjualan di pasar tradisional. Termasuk meneruskan usaha bapaknya, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai bandar sekaligus pedagang ikan segar. Mensuplai puluhan pengecer ikan segera di belasan pasar tradisional di kampung halaman kami.  Kisaran tahun 1991 hingga 1995, saya pernah kerja pada beliau, sebagai buruh free lance saat liburan sekolah. Juru hitung ikan, tukang gebuk es balok menjadi bongkahan es, sebagai bahan utama untuk mengawetkan ikan saat masuk ke dalam peti ikan. Orang Bugis menyebutnya Bendala.

Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Tempo hari, adik sepupu saya ini curhat di telepon. Ia makin repot menghadapi persaingan pasar, kalah dengan pasar modern yang makin variatif jualannya, termasuk ikan segar. Juga kepayahan menghadapi persaingan harga yang kian tajam. Saya minta waktu 4 hari untuk mikir, apa solusi untuk masalah ini.

Singkat cerita, kemarin malam saya keluarkan solusinya. Berdua kami langsung eksekusi. Hasilnya, hari pertama terjadi closing mendekati angka Rp. 500.000, sepagi ini di hari Ahad ini (28 Juli 2019) juga sudah closing ratusan ribu lagi.

Apa yang kami lakukan?

Sederhana sekali, karena inilah yang paling mungkin kami lakukan. Mengingat karakter demografi pasar yang memang beda jauh dengan di kota Jogja, tempat saya tinggal. Boro-boro pajang jualan ikan segar dengan cara mengelola website, sekedar pasang di Facebook atau Instagram saja belum tentu ada yang lihat. Diajari cara jualan di google map, dipastikan mereka akan susah untuk pratktek. Faktor sinyal internet dan keterbiasana menggunakan tehnologi adalah kendalanya. Ternyata satu-satunya media yang familiar bagi mereka adalah aplikasi Whatsapp.

Pasar Baru itu Bernama Pasar WhatsApp Group

Jadi kenapa tidak kami maksimalkan sajalah fungsi WA Marketing. Action-nya? Saya buatlah group WA khusus untuk jualan Ikan segar, sayuran segar dan belanjaan pasar yang relevan. Lalu saya giring emak-emak sekitaran kota Sengkang untuk masuk di Group WA tersebut. Alhamdulillah dalam 2 jam bergabunglah 51 emak-emak.

Tugas adik saya, hanyalah posting-posting barang jualannya di group tersebut dan layani transaksinya. Atur stock, atur mekanisme pengambilan, penjemputan dan pengangataran belanja konsumen yang sudah dipesan lewat WA sebelumnya.  Termasuk melayani jika konsumen minta layanan jasa titip beli (Jastip) dan Cost on Dilevery (COD).

Masalah sempat muncul ketika pesanan juga berdatangan dari kota Makassar. Ternyata info layanan ini sampai juga ke telinga emak-emak asal Sengkang yang sekarang domisili atau kerja di Kota Makassar. Kerinduan mereka akan sayuran jumpai, sayuran farapa, (tanaman endemik Danau Tempe). Juga pada ikan Kamboja, ikan ceppe, ikan kandea, ikan bolong,  ikan samelang,  ikan massafi dan lainnya adalah faktor pendorong kenapa mereka rela keluar duit banyak untuk belanja itu semua ke kota Sengkang. Permasalah kami adalah bagaimana mengirimkan ikan dan sayuran itu tetap dalam kondisi segar dan tidak mengurangi citarasa dan teksturnya. Karena jika hanya mengandalkan es, sebagai pengawet tentu akan merusak dua hal tersebut, citarasa dan tekstur ikan serta sayurannya.

Pebisnis tangguh tentu tak boleh fokus pada masalah, melainkan pada solusinya dan kami mampu mengatasi masalah itu. Jadilah ikan segar pesanan salah satu dosen di Universitas Muslim Makassar, meluncur ke Makassar pagi ini.  Bagaimana caranya? Tentu itu rahasia perusahaan kami, ha ha ha.

Pemberdayaan UMKM itu Harus Turun ke Bawah

Pemberdayaan UMKM, bukan semata diatas panggung, lewat seminar dan workshop yang menggelegar demi mengangkat citra para artis panggungnya. Tapi, sejatunya pemberdayaan dibutuhkan dengan turun ke lapangan. Mendengarkan masalah mereka, menyelami titik kritisnya, meresapi potensi yang ada lalu membuat beragam pilihan solusi.

Selamat adikku, tugas kita sekarang adalah bagaimana menduplikasi tehnik ini produk lain dan target market lainnya. Bismillah.